Senin, 06 Januari 2014

Motivasi

Motivasi

Teori Motivasi Freud

Freud menggunakan konsep enersi dalam menjelaskan motivasi. Ia menyebut motivasi dengan enersi psikologis, sekalipun definisi mengenai hal tersebut tidak pernah dipaparkan secara jelas. Kadang-kadang ia menyamakan enersi psikis sebagai stimulasi yang terjadi dalam sistem persyarafan dan pada kesempatan lain ia menganggapnya sebagai sistem hidrolik yang berkaitan dengan penyimpanan dan pelepasan enersi. Namun dengan demikian Freud menegaskan bahwa enersi psikis berada dalam salah satu struktur kepribadian yaitu id (aspek psikologis dari kepribadian). Proses timbulnya enersi psikologis bermula dari adanya kebutuhan-kebutuhan fisiologis yang menyebabkan ketegangan pada organisme. Ketegangan ini menimbulkan insting dan dari insting inilah muncul enersi psikologis.
Berbicara tentang enesi psikologis, tentang insting dan segala hal yang berkaitan dengan perilaku tidak bisa terlepas dari konsep Freud tentang struktur kepribadian. Menurut Freud, struktur kepribadian manusia terdiri dari tiga komponen yaitu: id, ego dan super ego. Id adalah aspek fisiologis, ego adalah aspek pswikologis dan super ego merupakan aspek moral dari kepribadian. Id sebagai aspek fisiologis, disebut oleh Freud sebagai gudang raksasa tempat berkumpulnya insting-insting. Keberadaan insting seperti yang telah disebut di atas tadi, adalah sebagai akibat dari munculnya kebutuhan-kebutuhan dalam organisme. Kebutuhan akan air dalam tubuh misalnya, akan memunculkan insting haus dan kebutuhan akan makanan akan memunculkan insting lapar. Kehadiran insting bertujuan untuk memberikan pemuasan terhdap kebutuhan yang ada, dengan cara menghilangkan insting itu sendiri. Misalnya insting haus untuk menghilangkan rasa haus dan insting lapar untuk menghilangkan kondisi lapar yang terjadi dalam tubuh. Ketika proses memberikan pemuasan terhadap kebutuhan, insting memunculkan enersi yang oleh Freud disebut dengan enersi psikologis. Enersi psikologis ini mendorong munculnya perilaku dalam rangka memberikan pemuasan terhadap kebutuhan tadi. Misalnya insting haus memunculkan enersi psikis yang mendorong terjadinya perilaku untuk mencari minuman dan inting lapar memunculkan enersi psikis yang mendorong organisme untuk mendapatkan makanan.
Dalam kaitannya dengan proses-proses instingtif menyangkut beberapa hal yaitu: sumber (source), tekanan (pressure), tujuan (aim)  dan objek (object). Sunber dari insting adalah proses fisiologis yaitu kebutuhan (need). Tekanan adalah sejumlah kekuatan dalam proses instingtif, yang kekuatannya tergantung pada jumlah enersi yang ada dalam insting tersebut. Semakin besar enersi yang ada di dalam insting maka akan semakin besar pula tekanannya. Tujuan dari insting adalah mendapatkan pemuasan dengan cara menghilangkan atau meredusir stimulasi yang menimbulkan tegangan. Objek dari insting adalah benda-benda yang dapat meredusir atau menghilangkan insting dalam arti memberikan pemuasan terhadap kebutuhan. Misalnya air adalah objek yang dapat menghilangkan insting haus dan makana adalah objek yang dapat Imenghilagkan insting lapat.
Mekanisme munculnya perilaku menurut Freud sebagai mekanisme penyebaran enersi psikologis dari struktur kepribadian yang satu ke struktur keparibadian yang lain yaitu id ego dan super ego. Id sebagai aspek fisiologis memberikan pelayanan dalam rangka pemuasan terhadap kebutuhan dengan suatu prinsip yang disebut dengan prinsip kesenangan (pleasure principle), yang dilayani melalui suatu proses yang disebut dengan proses primer. Bentuk layanan proses primer adalah refles-refleks dan berhayal.  Berkhayal disini maksudnya membayangkan atau bermimpi tentang objek pemuasan. Misalnya, bila dalam diri seseorang membutuhkan makanan, maka yang akan muncul adalah insting lapar. Untuk menghilangkan insting lapar tadi, id hanya mampu membayangkan atau bermimpi tentang makanan. Memang, proses tersebut mampu menghilangkan atau mereduksi ketegangan yang disebabkan karena kebutuhan tadi, tetapi sifatnya hanya sementara, dalam arti bukan pemuasan yang realistis, maka enersipsikologis di kirim ke ego yang memiliki prinsip kerja kenyataan (reality principle). Kemudian, ego sebagai aspek psikologis dari kepribadian mengambil alih upaya pemuasan dengan cara mengingat, berfikir dalam rangka upaya menemukan obyek pemuasan dalam hal ini makanan yang realistis untuk orang yang lapar. Freud berpendapat bahwa dalam kehidupan, seseorang  tidak cukup hanya memenuhi kebutuhan hidupnya dengan obyek-obyek yang riil secara materi belaka. Karena dalam kenyataan ia akan berhadapan dengan hal-hal yang sifatnya non materi yaitu nilai-nilai, baik itu nilai-nilai moral maupun nilai-nilai sosial. Oleh karena itu sekalipun ego sudah menemukan objek pemuasa yang realistis, ego masih mengirim enersi psikologis ke super ego yang memiliki prinsip kerja kesempurnaan (perfection principle). Enersi psikologis dikirim oleh ego ke super ego, dengan maksud untuk meminta pertimbangan apa objek yang realistis tadi tidak bertentangan dengan nilai-nilai moral misalnya norma-norma agama atau norma-norma sosial. Apabila super ego memberikan persetujuan, dalam arti upaya pemuasan yang akan dilakukan tidak bertentangan dengan norma-norma (agama, sosial, dan moral), maka dimulailah upaya pemuasan. Memang, adakalanya upaya pemuasan dilakukan tanpa pertimbangan dari super ego. Ini biasanya dilakukan orang-orang yang super egonya tidak berkembang dengan baik. Orang yang super egonya  tidak berkembang dengan baik. Orang yang super egonya tidak berkembang dengan baik atau tidak berkembang secara normal, dimana perilakunya cenderung impulsif orang tersebut dikategorikan pada orang yang tidak bermoral.
Dalam kaitannya dengan teori motivasi sebagian ahli menggolongakn teori Freud ini dalam kelompok teori insting, tapi sebagian ahli lain mengelompokkannya dalam teori kognitif. Karena dalam teori Freud jelas tingkah laku itu muncuk tidak sema-mata karena adanya enersi psikologis yang bersumber dari insting saja, tetapi muncul setelah adanya pertimbangan super ego (keputusan moral) dan atas koordinasi dari ego. Teori Freud ini biasanya dikelompokkan dalam teori insting, tetapi juga dijadikan sebagai acuan dalam teori motivasi yang berpendekatan kognitif.

Teori Motivasi Maslow
Maslow menggunakan piramida sebagai peraga untuk memvisualisasi gagasannya mengenai teori hirarki kebutuhan. Menurut Maslow, manusia termotivasi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Kebutuhan-kebutuhan tersebut memiliki tingkatan atau hirarki, mulai dari yang paling rendah (bersifat dasar/fisiologis) sampai yang paling tinggi (aktualisasi diri). Adapun hirarki kebutuhan tersebut adalah sebagai berikut :                                                                
1.    Kebutuhan Fisiologis
2.    Kebutuhan Keamanan
3.    Kebutuhan Sosial
4.    Kebutuhan Pengakuan
5.    Kebutuhan Aktualisasi Diri
Dalam teori ini saya mengambil daerah ibukota yaitu DKI Jakarta. Di Jakarta terbagi 5 wilayah, yaitu : Jakarta Pusat, Jakarta Timur, Jakarta Barat, Jakarta Utara, dan Jakarta Selatan.
1.      Kebutuhan Fisiologis
Yaitu kebutuhan seperti makan, minum, tempat tinggal, dll. Merupakan kebutuhan yang dianggap sebagai titik awal kebutuhan manusia yang sering juga disebut sebagai tuntutan fisik. Dalam kebutuhan ini di daerah DKI Jakarta mungkin sudah tercapai karna dengan bantuan pemerintah yang mengadakan program Beras Miskin (RASKIN) kepada orang-orang yang kurang mampu. Dalam program tersebut pemerintah menggunakan produk beras BULOK (Buatan Lokal) yang harganya cukup murah untuk di konsumen kepada masyarakat di DKI Jakarta yang kurang mampu. Produk dalam kebutuhan fisiologis ini adalah bahan konsumsi pokok. Oleh sebab itu masyarakat di daerah DKI Jakarta kebutuhan fisiologis nya sudah hampir tercapai.
2.      Kebutuhan Keamanan
Ketika kebutuhan fisiologis sudah terpuaskan, maka akan timbul suatu bidang kebutuhan yang secara garis besar dinyatakan sebagai kebutuhan akan keamanan. Di Jakarta sendiri kebutuhan ini dibilang masih kurang karna masih banyak kriminalitas yang masih sering membahayakan, sehingga banyak orang-orang di Jakarta menggunakan jasa security (satpam). Jasa-jasa security sekarang banyak yang bermunculan akibat banyak nya permintaan. Jasa security ini biasanya digunakan di perkantoran, mall, rumah sakit, perumahan, dan tempat-tempat yang membutuhkannya. Jasa security banyak di gunakan di Jakarta pusat dan selatan karna di sana banyak perkantoran, mall dan perumahan. Selain jasa security dalam kebutuhan keamanan juga membutuhkan jasa lain seperti : alarm perumahan, asuransi (kesehatan, jiwa, pendidikan), dan sekolah.
3.      Kebutuhan Sosial
Ketika kebutuhan fisiologis dan keamanan sudah terpenuhi, maka akan timbul kebutuhan akan cinta, kasih sayang dan kebersamaan. Kebutuhan ini di Jakarta sudah cukup maju sebab dengan perkembangan teknologi yang amat baik di Jakarta itu sendiri memudahkan masyarakat memperluas jaringan social antara manusia lain contonya internet. Dengan menggunakan internet manusia bisa bersosialisasi dan menumbuhkan rasa kebersamaan. Contohnya situs biro jodoh yang mempertemukan seseorang dan membantu mencari cinta. Di Jakarta sendiri banyak wilayah yang menggunakan wifi untuk para masyarakat bisa menggunakan internet secara gratis. Contoh produk kebutuhan social : biro jodoh, club, tempat rekreasi keluarga, chat line, dsb
4.      Kebutuhan Pengakuan
Umumnya orang akan menginginkan kehidupan yang stabil dan kokoh, punya penilaian diri yang tinggi, harga diri, dan dihargai oleh orang lain. Kebutuhan ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu pertama adalah keinginan akan kemampuan, prestasi, penghasilan cukup, kenyamanan hidup, kebebasan dan berhak menentukan pilihan sendiri. Kedua adalah keinginan akan reputasi dan prestise, pengakuan, perhatian dari orang lain, dan penghargaan. Di Jakarta sendiri contohnya para anggota DPR, mereka mempunyai jabatan yang bagus, dihargai oleh masyarakat dan mempunyai kemampuan prestasi yang bagus untuk mengajak masyarakat untuk memilih beliau. Selain memiliki reputasi yang bagus Para DPR juga mendapat tunjangan rumah mewah, mobil mewah dan lain-lain. Contoh produk kebutuhan pengakuan : fashion, mobil mewah, rumah mewah, kosmetik, furniture, sekolah, dsb
5.      Kebutuhan Aktualisasi Diri
Setelah semua kebutuhan terpenuhi dan berada pada posisi nyaman, berkecukupan dan bekerja sesuai dengan keinginannya maka pada diri seseorang akan muncul kebutuhan akan aktualisasi diri. Dalam kebutuhan ini membuat kepuasan tersendiri kepada diri kita sendiri. Contohnya para pengusaha di Jakarta, mereka bekerja dengan suka cita untuk mendapatkan keuntungan yang berlimpah sehingga mereka akan mendapatkan kepuasan tersendiri dari pekerjaan yang mereka lakukan. Di Jakarta sendiri banyak pengusaha di daerah Jakarta pusat. Contoh produk kebutuhan aktualisasi diri : realisasi potensi diri, rasa puas diri, puncak karir, dll.

Teori Motivasi herzberg 

Menurut Herzberg (1966), ada dua jenis faktor yang mendorong seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan dan menjauhkan diri dari ketidakpuasan. Dua faktor itu disebutnya factor higiene (faktor ekstrinsik) dan faktor motivator (faktor intrinsik). Faktor higiene memotivasi seseorang untuk keluar dari ketidakpuasan, termasuk di dalamnya adalah kebijakan personalia dan praktek–praktek manajemen perusahaan dimana suatu pekerjaan dilakukan, supervisi teknis yang diterima pada pekerjaan tersebut, hubungan antara individu dengan supervisor dan kolega, dan kualitas kerja.(faktor ekstrinsik), sedangkan faktor motivator memotivasi seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan, yang termasuk didalamnya adalah pencapaian/penyelesaian pada suatu pekerjaan, pengenalan untuk menyelesaikan pekerjaan, sifat pekerjaan dan tugas itu sendiri, kelanjutan dan pertumbuhan dalam kemampuan pekerjaan.(faktor intrinsik).

Jika dalam situasi kerja faktor­faktor Hygiene tidak ada, Herzberg merasa bahwa karyawan tidak akan mendapat kepuasan. Namun adanya hygiene factor juga tidak memotivasi karyawan melainkan hanya membantu mencegah adanya ketidak puasan. Dalam hal ini juga berlaku pada faktor-faktor motivator, dan jika faktor motivator ada maka dapat memberikan motivasi dan kepuasan kerja pada tingkatan yang lebih tinggi. Motivator ini mempunyai kaitan yang setaraf dengan kebutuhan akan harga diri dan kenyataan diri yang dikemukakan oleh Maslow.

Teori dua faktor yang dikemukakan oleh Herzberg (dalam Gitosudarmo dan Sudita, 2000) menyimpulkan dua faktor sebagai berikut:
 Ada sejumlah kondisi ekstrinsik pekerjaan yang apabila kondisi itu tidak ada, menyebabkan ketidakpuasan diantara para karyawan. Kondisi ini disebut dengan Hygiene factor, karena kondisi atau faktor-faktor tersebut dibutuhkan minimal untuk menjaga adanya ketidakpuasan. Faktor-faktor ini berkaitan dengan kedaan pekerjaan yang meliputi: gaji, hubungan antara pekerja, jaminan sosial, kondisi kerja dan kebijakan perusahaan.
  Sejumlah kondisi intrinsik pekerjaan yang apabila kondisi tersebut ada maka dapat berfungsi sebagai motivator, yang dapat menghasilkan prestasi kerja yang baik. Tetapi jika kondisi atau faktor-faktor tersebut tidak ada, maka tidak akan menyebabkan adanya ketidakpuasan. Faktor­faktor tersebut berkaitan dengan isi pekerjaan yang disebut dengan nama faktor pemuas. Faktor­faktor pemuas tersebut adalah sebagai berikut: prestasi, pengakuan, pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab, kemajuan­kemajuan, pertumbuhan dan perkembangan pribadi. Sedangkan menurut Nimran (1999) teori dua faktor disebut juga konsep Hygiene yang mencakup:
1. Isi pekerjaan (Content = satisfiers)
                     Prestasi (Achievement)
                     Pengakuan (Recognition)
                     Pekerjaan itu sendir (The work it self)
                     Tanggung jawab (Responsible)
                     Pengembangan potensi individu (Advancement)
2. Faktor Higienis (Demotivasi = Dissatisfiers)
                     Gaji atau upah (Wages or Salaries)
                     Kondisi kerja (Working condition)
                     Kebijakan dan administrasi perusahaan (Companypolicy and administration)
                     Hubungan antar pribadi
                     Kualitas supervisi.


Referensi 
 
Davis, K. and Newstrom, J.W. 1989. Human Behavior at Work 8 th Edition, McGraw-Hill International Editions, New York.
Deci, E.L; Cassio, W.F. and Krussel, J. 1975. Cognitif Evaluation Theory and some Comments on the Calder Staw Critique, Journal of Personality and Social Psychology, 31, 18-35.
Deckers, L.2001. Motivation, Biological, Psychological and Environmental, Allyn and Bacon , Boston.
 http://novia01.blogspot.com/2012/05/teori-motivasi-maslow.html
 http://globallivebook.blogspot.com/2013/07/teori-motivasi-dua-faktor-herzberg-1966.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar